Langsung ke konten utama

Menulis #2


Delapan semester telah kurampungkan di lapangan Hocky, Softball, Sepakbola, Bolavoli, Bolabasket, Bulu Tangkis, Tenis dan di gedung berlantai tiga jurusan pendidikan olahraga FIK UNESA. Mengenakan baju Toga yang sangat gagah aku keluar dengan title S-1 di dadaku. Sebuah gelar hasil perjuangan Mak Bapak.
Aku pun belum tahu yang namanya menulis, apalagi menulis indah, terakhir yang menjadi kesibukanku ya, menulis Skripsi, itu pun karena kewajiban...hehehe.
Sebuah potongan cerpen di bawah ini semoga bisa menjawab......
Kapan hobiku menulis muncul lagi dan semakin bersemangat...???

Dia yang mampu membuatku merasa nyaman, dia yang mampu membuatku merasakan tunas-tunas cinta bersemi, dia yang mampu membuatku tersenyum. Meskipun tak jarang aku selalu menepis dugaan orang-orang terhadap kedekatan kami, tapi ada rasa senang yang membuncah di balik itu. Tak hanya menimbulkan harap, tapi juga kenyataan.

Hari sabtu, ketika terik melegamkan kulitku. Aku terbangun dari lamunan, siapa lagi kalau tidak sosok yang akhir-akhir ini menyita perhatian dan kepedulianku terhadapnya. Pesan singkat mengetuk HP ku.
Doorr..!!!isi sms Dia menggugah senyumku. Anak ini dapat sinyal terkahku.
Tidak lama aku langsung mengirim balasan “dimana?”
“Melolo, di atas motor.”
“Sendirian?”
 “Iya, dianter murid.
Tidak lama setelah itu Dia mengirim warta kalau sudah sampai di tempat Izza, hampir bersamaan Budi tiba-tiba juga mengirim pesan singkat, “Al, Dia sendirian di Melolo, kamu ke sini temenin dia, kasihan karena anak-anak akan ke Waingapu semua.”
“Katanya sama Irma, Bud?” tanyanya.
“Nggak, Irma juga ikut ke Waingapu,” jawabnya.
“Tunggu dulu, Bud.”
Tidak peduli kenapa Budi menyuruhku untuk menemani Dia, yang jelas karena aku Korcam, itu saja yang aku pikirkan.
“Sendirian ya, kamu,” dengan cepat aku memastikan ke Dia.
“Tidak apa-apa, aku dah bilang Budi kalau aku berani sendirian kok, tapi Budi dan Izza nya yang nggak ngebolehin,jawabnya.
“Oke2...aku ke sana,” tanpa penawaran aku memutuskan berangkat.

“Assalamu’alaikum...”
“Waalaikumsalam wr wb,” jawab wanita imut ini dari dalam rumah.
“Maaf ya, tadi mampir di Amira dan sekalian salat.”
“Iya, tidak apa-apa kok.”
Semalaman aku menjaga kedua kantong mataku agar tidak tertutup, aku ingin menemaninya sepanjang malam, sepanjang rembulan menyinari malam ini.
Sesekali ketika Dia lelah mengetik pun kita mengobrol, bercerita, dan bercanda. Di ujung malam Dia sudah kelihatan letih, laporan tengah tahun tadi ternyata sudah menguras pikirannya dan melelahkan kelopaknya. Aku lihat kedua mata lebarnya sudah tertutup, dengan sangat hati-hati dan pelan-pelan, seperti maling yang secara diam-diam masuk ke rumah target, aku mengankat laptop yang tenang bersandar pada kedua pahanya, berusaha selembut mungkin agar ia tetap terjaga dalam mimpi.
“Kepakan sayap sang malam menghempaskan panorama senja.
Ia berhenti disebuah ranting dengan membawa keheningan,
Di sisi yang lain ia menampakkan sejuta keindahan,
Kadangkala, kedatanganmu mampu menggugah harapan,
Kadangkala, kedatanganmu mampu menyisihkan harapan,”


Dunia telah berganti peran, matahari tergerus senja, dan senja ditenggelamkan malam. Dia memberiku semangat baru, dia membukakan sebuah jalan baru di kehidupanku. Aku sangat bersyunyar memilikinya, Aku sangat bersyukur mendapat kasih sayangnya. Wanita Borobudur inilah yang mampu menginspirasi tulisan-tulisanku, inspirasi penuh dengan keikhlasan yang tumbuh di daratan Marapu J.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mentolerir Rindu

Usai lama sudah Bagaimana nyummu punya kabar? Nyungga sedang pi ambil potongan-potongan kenangan Usai lama sudah Rumah tak lagi tersentuh pena Usai lama sudah Nyungga tak lagi mendengar nyummu punya suara Usai lama sudah Air panas tak membelai lidahku Usai lama sudah Pinang Sirih tak meraba bibirku Usai lama sudah 13 Des 2018 To: Kakek Nenek - Tanaraing - Rindi - Sumba Timur - NTT

B A N D U S A

Untukmu Bandusa Rambut gondrongmu sudah pendek Begitupun warnanya, pun sudah hitam  Gincumu sudah tak nampak, entah kemana  Begitupun eye shadow dan blas on Bebatuan emas juga tak bergelantungan di tubuhmu Kamu juga sudah mulai bisa berbaris, meski tidak rapi Sepatu pun sudah tak lagi tersimpan bersama ternakmu Lingkaran perjudianmu juga sudah tak lagi menyapa Kau ganti dengan permainan tradisional penuh tawa Meski, seragammu tak layak, tetapi semangat kakimu meninggalkan waktu tanam dan ngarit perlu diacungi jempol Teruslah datang setiap hari ke sekolah, Nak! Penuhi tawamu, penuhi bahasamu Bukan materi bertema-tema yang ingin kujejalkan, tetapi mari bersama belajar beretika yang kurang kau dapatkan