Senin,
3 September 2012
Senyumanmu Kami Ubah dengan
Tangisan
Pagi
itu matahari bersinar sangat cerah. Upacara bendera rutinpun berjalan lancar
dan tertib. Apalagi pemandangan yang sangat harmonis ditunjukkan oleh para guru
kami. Setelah lama saya tidak bisa menjumpai para guru lengkap untuk mengikuti
upacara bendera hari senin. Mereka membuat saya semakin bersemangat untuk
belajar, bersemangat untuk melangkah menuju ke sekolah tercinta. Saya merasakan
pagi itu sedikit berbeda dengan pagi sebelumnya. Semangat mentari telah
memberikan semangat baru bagi kami semua.
Di
jam pertama setelah selesainya upacara bendera, kami harus bersiap untuk menerima
pelajaran Matematika dari Bu Ellys. Tapi sebelumnya Bu Lidia selaku wali kelas
kami harus masuk kelas terlebih dahulu untuk mengecek kehadiran kami. Setelah
itu jam sudah menunjukkan pukul 08.10 Wita, waktu bagi Bu Ellys untuk segera
masuk ke kelas kami.
Setelah
melihat Bu Lidia selesai melaksanakan tugasnya, dengan cepat Bu Ellys masuk
kelas dan tanpa basa-basi langsung menanyakan, “siapa yang belum mengerjakan
PR?”. Kamipun sontak kaget, karena kebanyakan dari kami tidak mengerjakan PR. Pada
saat itu Saya, Asti, Ana, Esi, Omi, Arista, Yoselina, Romlah, Jefri, Jecki dan
Tyo maju ke depan, karena kami semua tidak mengerjakan PR. Kemudian kami
mendapat hukuman. Kami harus masuk ke semua kelas yang ada di SMP Negeri 1
Rindi. Setiap kami masuk kelas mulai dari kelas VIIA – IXA, kami harus
memperkenalkan diri, mengaku kalau tidak mengerjakan PR Matematika dan berjanji
untuk tidak mengulanginya lagi. Tidak hanya itu, setelah selesai keliling kelas
kami juga harus berlari keliling lapangan bolavoli.
Tio,
Jefri dan Jecki mendapat hukuman tambahan dari Bu Ellys, mereka sengaja mengeluarkan baju seragamnya saat menjalani
hukuman lari keliling lapangan, padahal setiap hari, apalagi saat Bu Ellys
mengajar di kelas, mereka selalu diingatkan untuk merapikan seragamnya. Ibu pun
marah dengan mereka, ketiga anak tersebut disuruh membuka baju seragamnya, jadi
mereka di lapangan setengah telanjang. Setelah berlari keliling lapangan kami
diperbolehkan masuk kelas untuk menerima pelajaran, tapi tidak untuk ketiga teman
saya tadi. Mereka mendapat hukuman tambahan, hormat kepada bendera Merah Putih
dengan kondisi setengah telanjang di bawah terpaan matahari yang sangat terik. Ketiga
teman saya ini memang terkenal dengan nakalnya. Padahal sudah mendapat hukuman
tambahan, mereka terlihat masih cengengesan
di tengah lapangan. Bu Ellys kelihatan sangat kecewa dengan kami terutama
sikap ketiga teman kami tersebut. Kami memang sangat pantas mendapat hukuman
seperti itu karena memang kami selama ini tidak pernah mengerjakan PR Matematika
yang diberikan Bu Ellys. Bagi saya hukuman tersebut menjadi pelajaran berharga
bagi kami semua.
Karena
kondisi sangat panas Bu Ellys merasa kasihan apabila mereka terlalu lama di
tengah lapangan dengan keadaan setengah telanjang. Bu Ellys memanggil mereka
untuk segera masuk kelas, setelah sekitar 15 menit Tio, Jefri dan Jecki berada
di tengah lapangan. Di dalam kelas, Bu Ellys bertanya kepada mereka, “apakah kalian marah, karena Ibu menghukum
kalian?”. Ketiganya tidak ada yang menjawab pertanyaan Bu Ellys, mereka
hanya diam dan menunduk. Tidak lama kemudian Bu Ellys menyuruh mereka untuk
mengenakan seragam. Akan tetapi, saat mengenakan seragam Jecki tiba-tiba
meludah di hadapan Bu Elys. Seketika Ibu Ellys marah dan menyuruh Jecki kembali
melepas bajunya untuk membersihkan ludahnya dengan baju tersebut.
Belum
selesai Jecki membersihkan ludahnya, Bu Ellys langsung keluar dengan rasa
kecewa dan sakit hati terhadap sikap Jecki. Bu Ellys keluar kelas dan langsung
menuju ke kamar messnya Bu Yanti (salah satu guru Bahasa Indonesia di sekolah
kami). Ternyata Bu Ellys keluar dari kelas kami dengan menahan tangis. Bu Ellys
sudah tidak bisa menahan air mata saat berada di kamar Bu Yanti.
Setelah
melihat Bu Ellys menangis, tidak lama Bu Lidia langsung masuk ke kelas dan
menanyakan kepada kami apa yang terjadi sampai Bu Ellys menangis. Kemudian saya
menjelaskan kepada Bu Wali sebagai wakil dari teman-teman sekelas. Kami
mendapat teguran keras dari Bu Wali dari apa yang kami perbuat kepada Bu Ellys.
Di
jam istirahat kedua, saya bersama teman-teman perempuan datang ke rumahnya Bu
Ellys untuk meminta maaf, tapi sayang kami tidak bisa bertemu dengan Bu Ellys.
Kami tidak bisa menemui di rumah. Sempat kami bertemu dengan Mama Igo (Mama
angkat dari Bu Ellys) di depan rumah, tapi Mama Igo berkata kepada kami “Bu
Ellys tidak ada di rumah, entah Bu Elys lagi berada dimana.”
Pelajaran
yang sangat berharga yang saya dapatkan hari itu, pastinya bagi semua
teman-teman kelas IX B. Kami memang salah, seharusnya kami mengerjakan PR walau
hasil pekerjaan kami salah, yang penting kami berusaha mengerjakan PR. Tapi,
itu tidak kami lakukan.
Kami
telah membuat Ibu Guru yang baik hati, murah senyum, sabar jika menjelaskan di
kelas, menangis. Senyuman itu kami hapus dengan menghadirkan tangis di hati Ibu
Ellys. Kami sekeluarga kelas IX B memohon maaf kepada Ibu Ellys, khusunya teman
kami yang bernama Jecky. Maafkan kami Ibu Guru . . . .
Komentar
Posting Komentar