Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2013

P E N A

Teringat pada kobaran semangat yang pernah melecutkan tinta pena. Dini hari yang menggetarkan memori kenangan. Gemercik lirih terdengar oleh telinga, disertai dengan gelembung-gelembung kecil terlihat oleh mata. Tanpa sentuhan udara pada kulit, pelecut semangat itu menyayat daun-daun kering. Pelecut semangat yang mampu membangunkan dari tempat duduk, Pelecut semangat yang mampu menunjukkan bagaimana cara berdiri, Pelecut semangat yang mampu menuntun ketika mulai belajar untuk berjalan, Pelecut semangat yang terus mampu mengikuti ketika sudah mulai bisa berlari, dan berlari kencang. Pena itu tak henti-henti berlari. Semakin mendengar belaian kenyamanan tutur kata, semakin cepat pena itu berlari. Hadir tepat pada masanya dan berkembang tepat ketika sudah siap. Ambisi, Harapan, Impian menyala semakin terang dengan dilengkapi pelecut semangat yang tak pernah letih. Hari demi hari terlewati dengan suka dan duka. Seperti halusinasi tapi ternyata nyata. Sebuah lembar

Ngembat

Mendaki jalanan pegunungan dengan disertai gerimis, menghadirkan udara dingin yang menembus tulang-tulang penopang tubuhku. Tengah hari yang terik tidak bisa aku dapatkan di sini. Kendaraan roda empat ataupun roda dua berbondong-bondong mendaki jalanan bersamaku. Mereka bersiap menyambut tahun 2013 malam nanti. Aku mendaki jalan berliku dengan menunggangi kendaraan buntutku. Sedikit mengerang-ngerang setiap mendapati tanjakkan yang tinggi. Tidak seperti mereka, aku mendaki jalanan itu untuk sekadar menghirup udara segar pegunungan dan berhenti di sebuah tempat untuk menyeduh secangkir kopi dan menyantap sebuah jagung bakar. Sebuah angkringan yang terletak di desa Cembor, kecamatan Pacet, kabupaten Mojokerto.  Aku tidak sendiri, aku ditemani seorang wanita yang selalu memegangi pundakku ketika berada dijok belakang sepeda buntutku. Secangkir kopi yang panas mampu menghangatkan tubuh menggigilku setelah ditemani gerimis sepanjang perjalanan. Sebuah jagung bakar manis mamp

Kalimat Maaf

Dentungan jantung terdengar begitu menggemah seirama dengan lirihnya dentungan detik jam. 3 x 24 jam berlalu, embun mulai kembali menyapaku, dan aku kembali menyapa mentari, bukan lagi mentari yang menyapaku. Tubuhku melayang-layang lagi, kakiku terseok-seok, badan ceking, tak mampu bersuara, hanya desiran nafas yang keluar dari mulutku. Berlinang gumpalan air mata, menetes, mengalir melintasi tulang pipi. Ketidaksengajaan itu menelusup ke dadamu, hingga menyesakkan helaian nafasmu. Jurang sudah sangat dekat berada di hadapanku, sekali aku menyangkal, jurang tersebut seketika akan melentingkanku. Untaian nada-nada akan selalu menghiasi ketertaluan. Tidak ada yang tahu, karena memang tidak ada yang tahu. Bukalah bibirmu untuk menebar senyuman di sekelilingmu. 8 Januari 2013

BUKU ITU

Malam itu seorang laki-laki baru saja tiba setelah menempuh perjalanan panjang disertai hujan. Sesampainya di ruang peristirahatan, dia langsung menyandarkan kedua bahunya ke sebuah bantal di atas kasur yang keras. Detik demi detik ia rasakan sambil memejamkan mata. Disampingnya seseorang yang dua tahun lebih tua juga melakukan hal yang sama. Setelah bebarapa menit, dia membuka kelopak matanya, menengok ke samping kirinya, ternyata orang tersebut telah menuai mimpi. Terlintas sebuah kenangan yang memaksanya untuk bangun. Mencari sebuah buku berwarna hijau yang dulu menemaninya selama satu tahun di perantauan. Ia menuju ke sebuah kardus kecil, kira-kira berukuran 30 x 20 cm dan memiliki tinggi 15 cm, seingatnya ia menyimpan buku tersebut di dalam kardus itu. Setelah dibuka ternyata yang ia temukan hanyalah buku-buku yang bersangkutan dengan materi pelajaran. Lalu dia mulai khawatir jika buku itu hilang, ia membuka lemari kayu yang memiliki tinggi hampir sejajar denga