Langsung ke konten utama

Ngembat


Mendaki jalanan pegunungan dengan disertai gerimis, menghadirkan udara dingin yang menembus tulang-tulang penopang tubuhku. Tengah hari yang terik tidak bisa aku dapatkan di sini. Kendaraan roda empat ataupun roda dua berbondong-bondong mendaki jalanan bersamaku. Mereka bersiap menyambut tahun 2013 malam nanti. Aku mendaki jalan berliku dengan menunggangi kendaraan buntutku. Sedikit mengerang-ngerang setiap mendapati tanjakkan yang tinggi. Tidak seperti mereka, aku mendaki jalanan itu untuk sekadar menghirup udara segar pegunungan dan berhenti di sebuah tempat untuk menyeduh secangkir kopi dan menyantap sebuah jagung bakar. Sebuah angkringan yang terletak di desa Cembor, kecamatan Pacet, kabupaten Mojokerto.  Aku tidak sendiri, aku ditemani seorang wanita yang selalu memegangi pundakku ketika berada dijok belakang sepeda buntutku. Secangkir kopi yang panas mampu menghangatkan tubuh menggigilku setelah ditemani gerimis sepanjang perjalanan. Sebuah jagung bakar manis mampu mengganjal perutku sesaat tiba di tempat.

Setelah dua jam aku habiskan di angkringan itu, aku harus kembali turun gunung, mengingat hari sudah mulai gelap dan cuaca semakin tidak bersahabat. Aku melaju pelan, berharap banyak pemandangan yang aku nikmati. Tepat setelah meninggalkan wilayah Pacet, sambil berkonsentrasi mengemudi, pandanganku tertuju ke sebelah kiri, barisan perbukitan nan berkabut menyita rasa penasaranku.

“apakah di sana ada perkampungan?” tanyaku kepada wanita yang tepat di belakangku.
“iya ada, kenapa?” jawabnya.
“Aku ingin ke sana” lanjutku.
Dengan cepat ia menjawab “oke, besok pagi kita ke sana”
“hehehehe”
Tidak lama setelah obrolan singkat itu, bangunan tempat untuk beristirahat telah ada di depan mata. Aku langsung masuk dan beristirahat.

Guyuran hujan lagi-lagi datang untuk menemani malam pergantian tahun. “Kenapa setiap malam pergantian tahun pasti hujan turun?” mungkin pertanyaan itu yang menggeliat di luar sana. Aku menikmati malam pergantian tahun di dalam rumah yang sepi dan sunyi, hanya dengkuran sang kepala keluarga yang terdengar olehku. Aku hanya diam di dalam kamar sambil menunggu detik-detik pergantian tahun. Hampir 3 jam aku melotot di depan laptopku. Ketika tahun 2012 sudah berada pada 10 detik terakhir, aku langsung meninggalkan laptopku dan menghitung dentungan 10 detik terakhir tersebut. Perasaan bercampur aduk saat aku melihat pada layar hp, 31 Desember 2012 berubah menjadi 1 Januari 2013. Aku meninggalkan tahun 2012 dengan banyak kenangan. Tahunku 2012 memang sungguh hebat, tahunku 2012 memang sungguh hebat, dan tahunku 2012 memang sungguh hebat.

Mentari esok akhirnya mulai menamppakan senyumanya. Pagi yang sangat cerah di tahun 2013. Yes…sekitar pukul 09:00 Wib aku mulai menancapkan gas menuju perbukitan tersebut. berangkat dari pusat kecamatan Gondang, lebih kurang aku melewati empat desa selama perjalananku. Pemandangan yang sangat mengagumkan di sudut desa-desa tersebut. Aliran air yang bersumber langsung dari pegunungan memaksaku untuk berhenti sejenak. Apalagi terlihat dengan jelas, putaran kabut putih yang berada di perbukitan mengaburkan hijaunya alam. Puas menikmati itu semua, aku langsung memacu sepeda buntutku menuju ke perkampungan yang ada di perbukitan tersebut. 30 menit aku harus melewati medan tanjakkan dan turunan. Akhirnya tanjakkan terakhir aku lewati. Gapura bertuliskan Desa Ngembat baru saja terlewati.

Ternyata desa Ngembat ini yang membuat penasaran kemarin sore. Menelusuri jalanan desa Ngembat membuatku sedikit tercengang akan pesonanya. Keindahan alam puncak perbukitan, aliran sungai terbentuk oleh alam, dan masyarakat yang menjadi ciri khas penduduk pedesaan terpampang di depanku. Para bapak bertubuh gagah, berotot kekar bak binaragawan menghiasi pandanganku. Mereka merupakan para penambang batu sungai, bekerja keras mengankut batu dari sungai dan memecahkannya untuk dijadikan material bangunan. Sementara para ibu bak wisatawan asing yang asyik berlibur menikmati keindahan ini. Aku mencoba sedikit nyeleneh menamai ibu-ibu tersebut dengan julukan Turis Jawa. Hanya memakai Bra sambil duduk berjejer ke belakang, para turis Jawa itu sedang asyik mencari kutu yang bersarang di rambut mereka.

Laju sepeda buntutku tak berhenti, 20-30 km/jam ia melaju. Aku mendapat sudut pandang yang luar biasa di ujung desa ini. Datarannya lebih tinggi dari yang lain, aku berhenti, aku mengelilingkan pandanganku di tempat ini. Wow…sungguh luar biasa karya Sang Pencipta Alam. Aku tidak mau ketinggalan untuk mengabadikan tempat ini, hanya dengan sebuah seluler berlebel Samsung Galaxi Y kepunyaan kekasihku, aku mematenkan gambar di tempat ini. Ketika mengeluarkan hp itu dari saku tas, ternyata garis sinyal menunjukkan silang, berarti di tempat ini tidak ada sinyal. Ternyata di desa Ngembat masih sulit sinyal. Langsung pikiranku teringat ke kecamatan Pinu Pahar atau Tabundung kabupaten Sumba Timur-NTT yang pernah aku kunjungi. Hampir serupa tapi berbeda pulau.  Di pulau Jawa ternyata masih ada daerah seperti ini. Kemudian aku mendapat informasi dari wanita yang setia duduk di belakang jok buntutku ini. Masyarakat desa ini harus mempunyai kendaraan pribadi jika ingin turun gunung, sekadar belanja atau menghirup aroma perkotaan.

Aku baru saja mengunjungi sebuah desa yang berada di wilayah kecamatan Gondang kabupaten Mojokerto. Serasa tidak di pulau Jawa. Mereka bertahan di tengah goncangan kehidupan glamour. Keindahanmu mampu mengalahkan geliat perkotaan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mentolerir Rindu

Usai lama sudah Bagaimana nyummu punya kabar? Nyungga sedang pi ambil potongan-potongan kenangan Usai lama sudah Rumah tak lagi tersentuh pena Usai lama sudah Nyungga tak lagi mendengar nyummu punya suara Usai lama sudah Air panas tak membelai lidahku Usai lama sudah Pinang Sirih tak meraba bibirku Usai lama sudah 13 Des 2018 To: Kakek Nenek - Tanaraing - Rindi - Sumba Timur - NTT

B A N D U S A

Untukmu Bandusa Rambut gondrongmu sudah pendek Begitupun warnanya, pun sudah hitam  Gincumu sudah tak nampak, entah kemana  Begitupun eye shadow dan blas on Bebatuan emas juga tak bergelantungan di tubuhmu Kamu juga sudah mulai bisa berbaris, meski tidak rapi Sepatu pun sudah tak lagi tersimpan bersama ternakmu Lingkaran perjudianmu juga sudah tak lagi menyapa Kau ganti dengan permainan tradisional penuh tawa Meski, seragammu tak layak, tetapi semangat kakimu meninggalkan waktu tanam dan ngarit perlu diacungi jempol Teruslah datang setiap hari ke sekolah, Nak! Penuhi tawamu, penuhi bahasamu Bukan materi bertema-tema yang ingin kujejalkan, tetapi mari bersama belajar beretika yang kurang kau dapatkan