Langsung ke konten utama

P E N A


Teringat pada kobaran semangat yang pernah melecutkan tinta pena. Dini hari yang menggetarkan memori kenangan. Gemercik lirih terdengar oleh telinga, disertai dengan gelembung-gelembung kecil terlihat oleh mata. Tanpa sentuhan udara pada kulit, pelecut semangat itu menyayat daun-daun kering.

Pelecut semangat yang mampu membangunkan dari tempat duduk,
Pelecut semangat yang mampu menunjukkan bagaimana cara berdiri,
Pelecut semangat yang mampu menuntun ketika mulai belajar untuk berjalan,
Pelecut semangat yang terus mampu mengikuti ketika sudah mulai bisa berlari, dan berlari kencang.

Pena itu tak henti-henti berlari. Semakin mendengar belaian kenyamanan tutur kata, semakin cepat pena itu berlari. Hadir tepat pada masanya dan berkembang tepat ketika sudah siap. Ambisi, Harapan, Impian menyala semakin terang dengan dilengkapi pelecut semangat yang tak pernah letih. Hari demi hari terlewati dengan suka dan duka. Seperti halusinasi tapi ternyata nyata. Sebuah lembaran cerita menakjubkan yang pernah dicoretkan oleh pena itu. Lembaran penuh dengan semangat, ambisi, impian dan harapan. Rasanya seperti berada di planet lain…pena itu benar-benar tercengang oleh apa yang ia dapatkan. Hingga tak mampu mengontrolnya.
Begitu indah, begitu berharga, pelecut semangat itu belum tertandingi. Masih sangat membekas pada lembaran yang digoreskan sang pena.
Diujung malam, diujung tahun 2012 pena itu akhirnya kehabisan tintanya. Tak mampu lagi mengisi lembaran-lembaran tersebut dengan kobaran semangat yang menggebu. Pelecut semangat hilang ketika pena itu tak mampu meneteskan tintanya. Sekarang pena itu terombang-ambing dalam gelombang air lalu. Pena itu berhenti menggores pada sebuah lembaran, ingin memulai tapi bingung untuk memulai.
Sekarang pena itu berjalan dengan apa adanya, tanpa harapan, tanpa impian yang memuncak seperti dulu. Semua seperti mimpi semalam yang bisa dirasakan saat mata terpejam, ketika membuka mata keindahan dan kebahagiaan tersebut hilang. Mimpi yang sangat sangat sangat indah….

Embun menetes seiring daun yang mulai melengkung menyapa bumi. Kerinduan selalu memuncak ketika teringat akan lembaran-lembaran mimpi. Sayatan yang timbul akan selalu menjadi goresan harapan. Tinta akan kembali kepada tempatnya ketika pena siap kembali mengikat kenangan.


Surabaya, 30 Desember2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mentolerir Rindu

Usai lama sudah Bagaimana nyummu punya kabar? Nyungga sedang pi ambil potongan-potongan kenangan Usai lama sudah Rumah tak lagi tersentuh pena Usai lama sudah Nyungga tak lagi mendengar nyummu punya suara Usai lama sudah Air panas tak membelai lidahku Usai lama sudah Pinang Sirih tak meraba bibirku Usai lama sudah 13 Des 2018 To: Kakek Nenek - Tanaraing - Rindi - Sumba Timur - NTT

B A N D U S A

Untukmu Bandusa Rambut gondrongmu sudah pendek Begitupun warnanya, pun sudah hitam  Gincumu sudah tak nampak, entah kemana  Begitupun eye shadow dan blas on Bebatuan emas juga tak bergelantungan di tubuhmu Kamu juga sudah mulai bisa berbaris, meski tidak rapi Sepatu pun sudah tak lagi tersimpan bersama ternakmu Lingkaran perjudianmu juga sudah tak lagi menyapa Kau ganti dengan permainan tradisional penuh tawa Meski, seragammu tak layak, tetapi semangat kakimu meninggalkan waktu tanam dan ngarit perlu diacungi jempol Teruslah datang setiap hari ke sekolah, Nak! Penuhi tawamu, penuhi bahasamu Bukan materi bertema-tema yang ingin kujejalkan, tetapi mari bersama belajar beretika yang kurang kau dapatkan