Berkeliling menyapa jalan demi jalan kota Surabaya. Berbisik dalam hati kekaguman akan buah pikir ibu Risma. Berebut tempat dedaunan untuk menjadi payung para pengguna jalan. Berlalu lalang di Surabaya tak lagi membosankan.
Aspal panas menguap memeluk tubuhku hingga batik yang kukenakan basah oleh luberan keringat. Pucuk-pucuk rambut hitam tak sempurna ini, tak jarang menetaskan air kelelahan.
Bangunan kokoh karya para menir Belanda menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan dari kehidupan orang Surabaya. Tembok kokoh, lingkar jendela khas dan tudung gedung merupakan identitas tersendiri, meski sekarang sudah terhiasi logo-logo besar perusahan swasta maupun kantor pemerintahan.
Kejayaan pembangunan Surabaya saat ini menjadi icon bagi Jawa Timur, "Ibu kota propinsiku benar-benar membanggakan".
Akan tetapi, gumamku itu terbantahkan ketika aku menyusuri wilayah Surabaya Utara. Sunan Ampel dan Tanjung Perak menjadi ciri abadi daerah itu. Kanan kiri penuh tumpukan sampah botol ketika jalan menuju stasiun kota ku sambangi. Tak jauh setelah itu, bangunan kumuh, begitupun rumah, toko dan sarana yang lain membuatku ingin mencabut kenikmatan berada di Surabaya.
Ternyata, Surabaya masih memiliki kawasan kumuh tak sedap dipandang mata.
Usai lama sudah Bagaimana nyummu punya kabar? Nyungga sedang pi ambil potongan-potongan kenangan Usai lama sudah Rumah tak lagi tersentuh pena Usai lama sudah Nyungga tak lagi mendengar nyummu punya suara Usai lama sudah Air panas tak membelai lidahku Usai lama sudah Pinang Sirih tak meraba bibirku Usai lama sudah 13 Des 2018 To: Kakek Nenek - Tanaraing - Rindi - Sumba Timur - NTT
Komentar
Posting Komentar