Langsung ke konten utama

Seribu Nada

Aku sangat paham dengan apa yang kau rasakan, tapi aku benar tidak tahu ternyata kau melihat pemandangan tak mengenakan itu. Maaf. Aku sekuatnya ingin tidak memberimu pemandangan yang seperti itu. Karena aku tidak ingin mengganggu kebahagiaanmu yang telah kau dapatkan darinya. Dari itu, tempo hari aku berkata, "sudah nggak waktunya aku berkata." Ya, sudah tidak waktuya memang, meski banyak sekali yang aku ingin katakan agar kau kembali ingat dengan kalimat-kalimat yang pernah kau hamburkan di pikiranku.

"Kenapa hampir setiap hari ditidurku kau hadir?" hanya tanda tanya itu yang membayangiku, sebuah pertanyaan yang tidak bisa aku jawab. Hanya Tuhan dan Aku yang tahu, mungkin juga Kau.
Biarlah aku berbicara dan melihat senyummu merekah dalam kehidupan tak nyata itu, karena aku tidak mungkin melakukannya di kehidupan nyata ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mentolerir Rindu

Usai lama sudah Bagaimana nyummu punya kabar? Nyungga sedang pi ambil potongan-potongan kenangan Usai lama sudah Rumah tak lagi tersentuh pena Usai lama sudah Nyungga tak lagi mendengar nyummu punya suara Usai lama sudah Air panas tak membelai lidahku Usai lama sudah Pinang Sirih tak meraba bibirku Usai lama sudah 13 Des 2018 To: Kakek Nenek - Tanaraing - Rindi - Sumba Timur - NTT

B A N D U S A

Untukmu Bandusa Rambut gondrongmu sudah pendek Begitupun warnanya, pun sudah hitam  Gincumu sudah tak nampak, entah kemana  Begitupun eye shadow dan blas on Bebatuan emas juga tak bergelantungan di tubuhmu Kamu juga sudah mulai bisa berbaris, meski tidak rapi Sepatu pun sudah tak lagi tersimpan bersama ternakmu Lingkaran perjudianmu juga sudah tak lagi menyapa Kau ganti dengan permainan tradisional penuh tawa Meski, seragammu tak layak, tetapi semangat kakimu meninggalkan waktu tanam dan ngarit perlu diacungi jempol Teruslah datang setiap hari ke sekolah, Nak! Penuhi tawamu, penuhi bahasamu Bukan materi bertema-tema yang ingin kujejalkan, tetapi mari bersama belajar beretika yang kurang kau dapatkan